Studi kasus : Manusia dan Pandangan Hidup


MAYADIKA SUKMA NIRMALA (10519016)


Studi kasus : manusia dan pandangan hidup

Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya. Dikarenakan manusia memiliki akal, pikiran  dan rasa. Tuntunan hidup manusia lebih daripada tuntutan hidup makhluk lainnya yang membuat manusia berfikir lebih maju untuk memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya di dunia, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses ini maka lahirlah yang disebut kebudayaan dan pandangan hidup.

Setiap manusia memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda. Pengelompokan pandangan hidup yang berbeda-beda akan menciptakan paham atau aliran. pandangan hidup tidak terlepas dari masalah dalam kehidupan manusia. Jadi pandangan terhadap hidup ini adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi manusia.

Pandangan hidup dapat menjadi pegangan, bimbingan dan tuntunan seseorang ataupun masyarakat dalam menempuh kehidupan. Selain itu pandangan hidup juga tidak langsung muncul dalam masyarakat, melainkan melalui berbagai proses dalam menemukan jati diri atau pandnagan hidupnya yaitu mulai dari masa anak-anak hingga dewasa. Dalam penemuan pandangan hidup tersebut, tidak lepas dengan pendidikan. Manusia mengetahui tentang hakikat hidup dan sebagainya adalah berasal dari pendidikan.

Manusia memiliki pandangan hidup yang bersigfat kodrati karena pandangan hidup menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan peganga, pedoman, arahan dan petunjuk di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarahmenurut waktu dan tempat hidupnya. Pandangan hidup merupakan masalah yang asasi bagi manusia. Sayangnya tidak semua manusia menyadari, sehingga banyak orang yang memeluk agama semata-mata atas dasar keturunan. Pandangan hidup penting bagi kehidupan manusia dimasa sekarang maupun kehidupan di akhirat dan sudah sepantasnya manusia memilikinya.


Selasa 02 Mei 2017, 09:19 WIB

Anak Pidanakan Orang Tua Tanda Masyarakat RI Makin Individualis


Aditya Fajar Indrawan - detikNews


Johanes sujud syukur dan menyembah kepada majelis hakim yang melepaskan dirinya. (adit/detikcom)


Jakarta - Era milenial membuat hubungan kekeluargaan antara anak dan orang tua merenggang. Bahkan renggangnya nilai kekeluargaan berujung dengan fenomena anak yang menggugat dan mempidanakan orang tuanya sendiri.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Derajad Sulistyo Widhyharto, menilai salah satu penyebabnya karena perubahan nilai norma di masyarakat yang sudah berubah dengan mementingkan diri sendiri.

"Ada perubahan nilai dari status dan peran di masyarakat yang semakin individu. Salah satu perubahannya terlihat dari berubahnya ukuran hidup dari non material menjadi material," kata Derajad saat dihubungi detikcom, Selasa (2/5/2017).

Menurut Derajad, bila melihat kasus anak kandung atau anak angkat yang tega mempidanakan orangtuanya sendiri, hal itu karena sebuah problem yang sama yaitu perebutan aset.

"Problemnya sama karena aset seperti tanah, rumah dan kebun. Artinya ada ukuran dari kebutuhan yang berbeda-beda," ujar Derajad.


Dalam perjalanannya, orang tua tidak lagi menjadi acuan dari nilai baik atau buruk. Bahkan bila mengacu pada budaya timur Indonesia, sungguh tidak pantas anak berperilaku seperti itu.


"Ketika yang terjadi dari perseteruan hukum antara anak dan orang tua karena masalah aset itu mungkin. Namun bila mengacu pada budaya timur, sangat tidak pantas seorang anak memperlakukan orang tuanya seperti itu," papar Derajad.

Derajad menyarankan agar pengadilan mau memberikan waktu penyelesaian perkara anak dengan orang tua secara kekeluargaan. Hal itu dimaksud untuk menghindari ketidakpantasan budaya.


"Demi kepantasan, menurut saya ada baiknya pengadilan memberikan waktu secara kekeluargaan sebelum perkara berlanjut. Karena wajar anak akan mengalami jalan buntu kepada orang tua, sehingga satu-satunya norma yang bisa ditempuh adalah norma hukum," tutupnya.


Kasus anak yang memproses orang tuanya sendiri belakangan terakhir semakin banyak. Salah satunya yang dilakuk Robert. Ia menggugat ayahnya, Johanes sebesar Rp 10 miliar. Gugatan itu ditolak PN Jakut. Tak terima, Robert mempidanakan ayahnya dan jaksa menuntut Johanes 3 tahun penjara. Tapi PN Jakut melepaskan Johanes dari seluruh dakwaan itu.

Hasil studi kasus : 

Kasus anak menggugat orang tua sangat berhubungan dengan budi pekerti dan moralitas. Dimana pada dahulu orang tua sangat dihormati dan menjadi pujaan  kini diperkarakan dipengadilan oleh anaknya. Lunturnya moralitas akibat dari pesatnya pertumbuhan teknologi informasi yang begitu dasyat dan tidak di imbangi peningkatan nilai moralitas.

Diusia lanjut, secara psikologis individu mengalami banyak penurunan, baik dalam hal kesehatan, kekuatan, peran social dan penghasilan. Di usia inilah orang tua sangat memerlukan dukungan sosial terutama dari keluarga terdekatnya yaitu anak, menantu dan cucu-cucunya. Bagi seorang anak masa seperti ini merupakan masa yang tepat untuk membalas jasa orang tua. Karena anak tersebut Sudah berada pada usia dewasa, dimana mereka sudah mandiri, memiliki pekerjaan, memiliki pasangan dan anak.  

Faktor-faktor yang mempengaruhi anak menggugat orang tua
Fenomena anak gugat orang tua terjadi karena beberapa faktor :
1.   Pola asuh yang salah
Pola asuh yang salah seperti terlalu memanjakan anak sehingga semua keinginannya terpenuhi. Akibatnya anak memiliki rasa toleransi yang sangat rendah dan tidak bisa menahan segala keinginannya.
2.   Pengaruh lingkungan
Seiiring bertambahnya usia, seorang anak akan bertemu banyak orang dan tidak selalu orang tersebut memberikan pengaruh positif terhadap anak. Baik dari teman ataupun pasangan hidup. Sehingga tidak sedikit jika terjadi masalah dengan orang tua atau keluarga , anak tersebut akan lebih percaya dengan orang lain yang ia anhggap berada dipihaknya. Seperti menantu.
3.   Gaya hidup Hedonisme
Gaya hidup hedonisme membuat orang orang terlena sehingga menghalalkan segala cara agar mendapatkan segalanya dan dapat menikmatinya. Pandangan hedonism ini tidak terlepas dari proses globalisasi dan moderniasasi. Semua orang yang memiliki pandangan ini akan mengutamakan kesenangan semata, konsumsi dalam skala besar dan pencapaian benda benda materi dalam segala upaya. Untuk mencapai semua yang diinginkannya itu,segala usaha ia lakukan walaupun harus mengorbankan banyak hal yang dimilikinya.

Sebaiknya jika terjadi masalah dalam satu keluarga, terutama antara orang tua dan anak diselesaikan secara kekeluargaan. Dengan begitu bila bersama sama duduk, berbicara dengan hati dan kepala dingin dikembalikan sesuai dengan perannya masing masing yaitu sebagai orang tua dan anak, dengan seperti itu masalah akan dapat terurai lebih jelas dari dua sudut pandang. Solusi dicari bersama sama dengan mengutamakan kepentingan dan kebahagiaan orang tua. Karena orang tua telah melahirkan, merawat dan membesarkan kita. Dengan tameng yang paling kuat yaitu mendekatkan diri pada agama.


DAFTAR PUSTAKA


Detiknews. (2017, 2 Mei) Anak Pidanakan Orang Tua Tanda Masyarakat RI Makin Individualis. Diakses pada 03 Oktober 2019, dari https://news.detik.com/berita/d-3489010/anak-pidanakan-orang-tua-tanda-masyarakat-ri-makin-individualis

PikiranRakyat.com. (2018, 28 Februari) Fenomena Anak Gugat Orang Tua ke Pengadilan, Bukti Lunturnya Moralitas. Diakses pada 07 Oktober 2019, dari https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2018/02/26/fenomena-anak-gugat-orang-tua-ke-pengadilan-bukti-lunturnya-moralitas-420181

Zulkarnain, Zufar Rafi., dan Ulum, Muhammad Darul. 2015. Manusia dan Pandangan Hidup. Makalah. Dikutip dari https://www.academia.edu/22829599/Ilmu_Budaya_Dasar_-_Manusia_dan_Pandangan_Hidup


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nilai Sosial dan Budaya pada film "Laskar Pelangi"

Pendidikan Pancasila : Bagaimana Pancasila Dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia?

Perkembangan Pemikiran Manusia dan contohnya (Tahap Teologi /Mitos, Tahap Filsafat dan Tahap positif / Tahap Ilmu)